Komunitas Filsafat™ » Beranda Filsafat » - » Metode Ilmiah (Part. 2)

Metode Ilmiah (Part. 2)

Gaosur Rohim Saturday, June 29, 2013 2 Comments
Metode Ilmiah (Part. 2)
Dalam usaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi manusia, maka ilmu "tidak berpaling" kepada perasaan, melainkan kepada pikiran yang berdasarkan penalaran. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai permasalahan yang dihadapinya, agar manusia mengerti mengenai hakikat permasalahan itu. Dan dengan demikian, maka manusia dapat memecahkannya. Dalam hal ini, maka pertama-tama, ilmu menyadari bahwa masalah yang dihadapinya adalah masalah yang bersifat konkrit, yang terdapat dalam dunia fisik yang nyata.


Secara ontologis, maka ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Jadi, ilmu tidak mempermasalahkan tentang hari kemudian, atau surga dan neraka, yang jelas berada di luar pengalaman manusia. Hal ini harus kita sadari, karena hal inilah yang memisahkan daerah ilmu dan agama. Agama, berberda dengan ilmu, mempermasalahkan pula obyek-obyek yang berada di luar pengalaman manusia, baik sebelum manusia ini berada di muka bumi seperti mengapa manusia diciptakan, maupun sesudah kematian manusia, seperti apa yang akan terjadi setelah manusia mati.

Perbedaan antara lingkup permasalahan yang dihadapinya juga menyebabkan berbedanya metode dalam memecahkan masalah tersebut. Perbedaan ini harus diketahui dengan benar untuk dapat menempatkan ilmu dan agama dalam perspektif yang sesungguhnya. Tanpa mengetahui hal ini, maka mudah sekali kita terjatuh ke dalam kebingungan, padahal dengan menguasai hakikat ilmu dan agama secara baik, kedua pengetahuan ini justru akan bersifat "saling melengkapi". Pada satu pihak, agama akan memberikan "landasan moral" bagi aksiologi keilmuan. Sedangkan di pihak lain, ilmu akan "memperdalam keyakinan beragama".1)

Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata, maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. ALBERT EINSTEIN (1879-1955 M.) mengatakan, "Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta pula, apapun juga teori yang menjembatani antara keduanya".2) Teori yang dimaksudkan di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut. Teori merupakan suatu abstraksi intelektual, dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman secara empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan, biar bagaimanapun meyakinkannya, tetap harus didukung oleh fakta empiris supaya dapat dinyatakan benar.

Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut Metode Ilmiah. Secara rasional, maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif. Sedangkan secara empiris, maka ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta dengan tidak baik. Secara sederhana, maka hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama, yakni :

  • 1. Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya, yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
  • 2. Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun konsistennya, jika tidak didukung oleh pengujian empiris, maka tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.

Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dengan logika induktif, dimana rasionalisme dan empirisme dapat hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif. Oleh sebab itu, maka sebelum teruji kebenarannya secara empiris, semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis. Jika kita menghadapi suatu masalah tertentu, dalam rangka memecahkan masalah tersebut, kita dapat mengajukan hipotesis yang merupakan jawaban sementara bagi permasalahan yang dihadapi.

Secara teoritis, maka sebenarnya kita dapat mengajukan hipotesis sebanyak-banyaknya, sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik. Hanya di sini dari sekian banyak hipotesis yang diajikan itu, hanya satu yang diterima berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi, yakni hipotesis yang didukung oleh fakta-fakta empiris.

Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi. Dalam melakukan penelitian, untuk mendapatkan jawaban yang benar, maka kita seakan-akan melakukan suatu "interogasi terhadap alam".3) Hipotesis dalam hubungan ini berfungsi sebagai "penunjuk jalan" yang memungkinkan kita untuk mendapatkan jawaban, karena alam itu sendiri membisu dan tidak responsif terhadap pertanyaan-pertanyaan.

Harus kita sadari bahwa hipotesis itu sendiri merupakan penjelasan yang bersifat sementara, yang dapat membantu kita dalam melakukan penyelidikan. Sering kita temui kesalahpahaman, dimana analisis ilmiah berhenti pada hipotesis ini tanpa upaya selanjutnya untuk melakukan verifikasi apakah hipotesis ini benar atau tidak. Kecenderungan semacam ini terdapat pada ilmuwan yang sangat dipengaruhi oleh paham rasionalisme, dan melupakan bahwa metode ilmiah merupakan "gabungan" dari rasionalisme dan empirisme.4)

Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya. Penyusunan seperti ini, memungkinkan terjadinya konsistensi dalam mengembangkan ilmu secara keseluruhan, dan menimbulkan pula efek kumulatif dalam kemajuan ilmu. Kalau kita kaji secara mendalam, maka kemajuan ilmu sebenarnya tidak dilakukan oleh sekelompok kecil jenius dengan buah pikirannya yang monumental, melainkan oleh manusia-manusia biasa yang selangkah demi selangkah menyusun tumpukan ilmu berdasarkan penemuan sebelumnya.

Para jenius, di bidang keilmuan berperan sebagai "raksasa" yang meletakkan dasar-dasarnya, sedangkan pengisiannya dilakukan oleh manusia dengan ketekunan dan kerja kerasnya. Sifat inilah yang memungkinkan ilmu berkembang secara relatif lebih pesat bila dibandingkan dengan pengetahuan lainnya, seperti filsafat. Dalam pengkajian filsafat, maka seorang filsuf selalu mulai dari bawah dalam menyusun sistem pemikirannya dan membangun sistem tersebut secara keseluruhan, lengkap dengan bangunan dan isinya. Sedangkan dalam kegiatan ilmiah, maka tiap ilmuwan menyumbangkan bagian kecil dari sitem keilmuan secara keseluruhan, namun disebabkan sifatnya yang kumulatif, menyebabkan ilmu berkembang dengan sangat pesat.

Dengan adanya "jembatan" yang berupa penyusunan hipotesis ini, maka metode ilmiah sering dikenal sebagai logico-hipothetico-verifikasi. Atau sebagai " perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dengan induksi".5) Proses induksi ini mulai memegang peranan dalam tahap verifikasi atau pengujian hipotesis, dimana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah sebuah hipotesis didukung oleh fakta atau tidak.

Sebenarnya dalam proses penyusunan hipotesis ini, meskipun dasar berpikirnya adalah deduktif, kegiatannya tidaklah sama sekali terbebas dari proses induktif. Kita tidak mampu memecahkan masalah hanya sambil "bergoyang kaki" di belakang meja sambil tengadah ke langit biru mencari gagasan yang mungkin dapat digunakan dalam menyusun hipotesis.

Penyusunan hipotesis itu sendiri dilakukan dalam kerangka permasalahan yang ber-eksistensi secara empiris dengan pengamatan kita, yang "mau tidak mau" turut mempengaruhi proses berpikir deduktif. Kegiatan seprti ini akan lebih mendekatkan lagi hipotesis yang kita susun dengan dunia fisik yang secara teoritis memperbesar peluang bagi hipotesis tersebut untuk diterima.


Semoga ada manfaatnya !







1. Filsafat yang dangkal memang cenderung ke Atheisme, namun filsafat yang dalam akan membawa kembali kepada agama. (Francis Bacon).
2. Jujun Suparjan Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Sinar Harapan, 1990), hlm. 123.
3. George F. Kneller, Introduction to the Philosophy of Education (New York: John Willey & Sons, 1964), hlm. 3.
4. Suriasumantri, op. cit., hlm. 125.
5. Suriasumantri, loc. cit.








2 comments:

  1. www.nusapalapa.com

    ayo tambah kreatif lagi pemuda indonesia. mari kita majukan konten internet indonesia dengan muatan lokal yang lebih berisi dan lebih bermakna.

    ReplyDelete

Komentar, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami terima dengan tangan terbuka.
Komentar Anda akan dianggap SPAM jika:
- Menyematkan Link Aktif
- Mengandung dan/atau Menyerang SARA
- Mengandung Pornografi

Tidak ada CAPTCHA dan Moderasi Komentar di sini.

 
Copyright © 2008 - 2014 Komunitas Filsafat™.
TOS - Disclaimer - Privacy Policy - Sitemap XML - DMCA - All Rights Reserved.
Hak Paten Template pada Creating Website - Modifikasi oleh Gaosur Rohim.
Didukung oleh Blogger™.