Waktu kita masih kecil, segalanya kelihatan serba besar, pohon-pohon kecil terlihat begitu tinggi semampai, orang-orang terlihat seperti raksasa dalam film seri televisi The Land of The Giants. Kehidupan pun penuh dengan 1001 teka-teki dan berjuta rahasia. Namun pandangan itu berubah setelah kita berangkat dewasa, dunia ternyata tidak sebesar yang kita kira. Wujud yang penuh dengan berjuta misteri ini ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dunia bisa selebar daun kelor, bagi orang yang putus asa.
Katakanlah kita sekarang sedang mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Tarik garis ke sana, tarik garis ke sini, buat garis di sana, buat garis di sini. Hitung berapa besar sudut yang menyilang, hitung berfapa panjang garis yang berhadapan. Analisis seperti ini kita lakukan untuk membuat konstruksi kayu bagi atap rumah kita.
Sekarang dalam bidang datar yang sama, bayangkan para amoeba yang akan membuat rumah juga. Ternyata masalah yang dihadapi oleh para arsitek amoeba, sangat berbeda dengan kita. Bagi amoeba, ternyata bidang datar itu tidaklah rata, dan tidak mulus seperti "pipi wanita" yang sudah di make-up, tetapi bergelombang dan penuh dengan lekukan-lekukan yang kurang mempesona. Permukaan yang begitu rata, berubah menjadi kumpulan berjuta kurva. Jarak yang terdekat bukan lagi garis lurus (seperti yang telah diformulasikan dalam ilmu ukur kita), melainkan garis lengkungan, seperti titian bianglala.
Mengapa terdapat perbedaan pandangan yang nyata terhadap obyek yang begitu konkrit seperti sebuah bidang ? Mengapa amoeba dengan kita seakan-akan hidup dalam dunia yang sangat berbeda ? Dari 2 pertanyaan ini, seorang ahli fisika asal Swiss, yakni CHARLES EUGENE GUYE (-) menyimpulkan seperti ini : "...Sebab gejala-gejala semacam itu dihasilkan oleh skala observasi...". Bagi skala observasi anak kecil, pohon-pohon yang kecil pun terlihat begitu tinggi semampai. Sedangkan bagi skala observasi amoeba, bidang datar itu merupakan permukaan daerah pemukiman yang berbukit-bukit.
Jadi, secara mutlak sebenarnya tidak ada yang tahu seperti apa sebenarnya bidang datar itu. Hanya Tuhan lah yang tahu. Mungkin padang elektron, mungkin bukit meson, mungkin cuma zat debu. Secara filsafati, mungkin ini merupakan masalah besar, namun masalah semacam ini didekati secara praktis.
Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa ilmu pun merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis, yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis. Dengan demikian, maka untuk tujuan membangun atap rumah, jika kita asumsikan bahwa permukaan itu adalah bidang datar, maka secara pragmatis hal ini dapat dipertanggungjawabkan. Namun bagaimana dengan amoeba tadi ? Bagi amoeba, asumsi semacam ini jelas tak dapat diterima. Sebab secara praktis, bagi mereka, permukaan kayu yang mereka hadapi itu bukanlah bidang datar, melainkan permukaan yang bergelombang.
Tidak perlu diambil pusing ! Sekarang marilah kita lihat, ilmu yang termasuk "paling maju" dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya, adalah fisika. Fisika merupakan ilmu teoretis yang dibangun di atas sistem penalaran deduktif yang meyakinkan, serta pembuktian induktif yang sangat mengesankan. Namun serfing kita lupakan bahwa fisika pun merupakan suatu "kesatuan konsep" yang utuh. Artinya, fisika belum merupakan pengetahuan ilmiah yang tersusun secara sistemik, sistematik, konsisten, dan analitik berdasarkan pernyataan-pernyataan ilmiah yang telah disepakati bersama. Lalu di mana terdapat celah-celah perbedaan dalam ilmu fisika ? Perbedaannya justru terletak pada foundasi dimana dibangun teori-teori ilmiah di atasnya, yakni dalam asumsi tentang dunia fisiknya.
Dalam analisis secara mekanistik, maka terdapat 4 komponen utama, yakni :
1. Dzatiah/Zat (ουσία)
2. Gerak (κίνημα)
3. Ruang (χώρος)
4. Waktu (φορά)
ISAAC NEWTON (-) dalam bukunya, Philosophiae Naturalis Principia Mathematica berasumsi bahwa keempat komponen ini (zat, gerak, ruang dan waktu) adalah bersifat mutlak (absolute). Zat bersifat absolute. Dan dengan demikian, berbeda secara substantif dengan energi.
Di lain sisi, ALBERT EINSTEIN (-) tidak sefalsafah dengan Newton, Dalam bukunya, The Special Theory of Relativity, Einstein berasumsi bahwa keempat komponen itu (zat, gerak, ruang dan waktu) adalah bersifat relatif. "....Tidak mungkin kita dapat mengukur gerak secara absolute...", kata Einstein. Bahkan zat itu sendiri pun tidak mutlak, hanya sekedar "bentuk lain" dari energi, dcengan rumus yang termasyhur : E=mc2.
"Jadi kalau begitu, ilmu itu tidak benar...?", keluh si peragu. Dan seorang ilmuwan akan menjawab : "Secara absolute memang demikian, namun bukankah ilmu itu tidak bermaksud mencari pengetahuan yang bersifat absolute...?". Jika ilmu bermaksud mencari teori-teori ilmiah yang secara praktis, misalnya dapat kita pakai untuk membangun rumah, maka mekanika klasik dari Newton sebenarnya sudah "lebih dari cukup".
Demikian juga halnya dengan ilmu ukur yang kita pakai untuk pengukuran dalam mekanika klasik, yakni ilmu ukur Euclid. Ilmu ukur ini pertama kali dikembangkan oleh EUCLID (330-275 S.M.). Kurang lebih dua ribu tahun yang lalu itu, ternyata sampai sekarang pun masih memenuhi syarat.
Namun jika dalam kurun yang ditandai "krisis energi", kita ingin berpaling dari sumber energi konvensional; yakni air, angin, panas (bumi dan matahari) serta fosil-fosil, kepada energi nuklir, maka tentu saja kita kita harus berpaling "kepada" teori Relativitas Einstein. Mengapa demikian ? Sebab menurut teori Relativitas Einstein ini, kebutuhan listrik dunia selama sebulan dapat dipenuhi hanya dengan konversi 5 kg zat. (Pernah terjadi sekitar tahun 1959).
Untuk analisis keempat komponen yang bersifat relatif ini, maka Ilmu Ukur Euclid tidak lagi memenuhi syarat, dan kita berpaling "kepada" ilmu ukur non-Euclid yang dikembangkan oleh LOBACHEVSKII (1733-1856), BOLYAI (1802-1860), RIEMANN (1823-1866), dan sebagainya.
Semoga ada manfaatnya....!
Semoga ada manfaatnya....!
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteTerima kasih atas apresiasi dan kunjungannya! Mohon tidak meninggalkan link hidup!
DeleteSaya selalu dikejar-kejar Google Panda - Google Penguin bila terdeteksi ada live link.