Semua penelaahan ilmiah biasanya dimulai dengan menentukan suatu masalah, demikian juga halnya dengan proses pengambilan keputusan dalam hidup bermasyarakat. Apakah mungkin suatu masalah dapat diselesaikan jika masyarakat itu sendiri tidak menyadari akan pentingnya masalah tersebut ? Beberapa masalah sedemikian esoterik dan rumit, sehingga masyarakat tidak dapat meletakkan dalam proporsi yang sebenarnya.
Menghadapi masalah yang kurang kita mengerti, biasanya kita bersikap extreem. Pada satu pihak kita bisu, mungkin karena ketidaktahuan kita. Sedangkan di pihak lain, kita sering bersikap radikal dan irasional.
"....Jadi berdasarkan teori-teori keilmuan, Saya tidak akan pernah bisa mendapatkan hal yang pasti mengenai suatu kejadian ?", tanya seorang pemuda kepada seorang dekan Fakultas Teknik di sebuah universitas negeri di Jakarta. Dekan itu menggelengkan kepalanya : "Tidak, itu hanya kesimpulan yang probabilistik saja !", jawab dekan sambil tersenyum apologetik.
"Atau mungkin berdasarkan meteorologi, klimatologi dan geofisika, Saya tidak akan pernah merasa yakin bahwa esok hari akan turun hujan....?", sambung pemuda itu, kian penasaran. "Tidak juga !", jawab sang dekan, yang masih tetap tersenyum, sebab dia termasuk kepada golongan "orang yang tahu di tahunya, dan orang yang tahu di tidaktahunya", jadi tidak akan pernah groggy meskipun diserang : "Saya hanya bisa mengatakan, misalnya, bahwa dengan probabilitas 0,8 besok tidak akan turun hujan".
"Apa artinya peluang 0,8 ini ?", tanya si pemuda. "Peluang 0,8 ini secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk turun hujan esok hari adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Atau jika sekiranya Saya merasa yakin 100 % bahwa esok hari akan turun hujan, maka Saya akan berikan peluang 1,0. Atau dengan kata lain yang lebih sederhana, peluang 0,8 itu mencirikan bahwa pada 10 kali ramalan tentang turun atau tidaknya hujan, 8 kali memang hujan itu akan turun, dan 2 kali ramalan itu meleset....", jawab dekan.
"Jadi, biarpun kita mempunyai peluang 0,8 bahwa esok hari akan turun hujan, namun masih terbuka kemungkinan bahwa hari tidak akan turun hujan ?!", tanya pemuda itu lagi. "Benar begitu !", sahut sang dekan.
"Lalu apa gunanya pengetahuan semacam itu ?", seru si pemuda itu sambil memukulkan tinju. Dekan itu tersenyum lebar sambil mengarahkan wajahnya ke langit : "Pertama, harus Anda sadari bahwa ilmu itu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Kedua, ilmu itu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi Anda untuk mengambil suatu keputusan, dimana keputusan Anda itu harus didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikian, maka kata akhir dari sebuah keputusan itu terletak di tangan Anda, dan bukan pada teori-teori keilmuan....".
Dalam soal pretensi ini, maka ilmu kalah dengan pengetahuan-pengetahuan paranormal. Umpamanya, "Minum saja air putih ini, Anda pasti sembuh !", ujar paranormal. Ya, jelas lah, dia tidak akan pernah mengatakan : "Minumlah air putih ini, dengan peluang 0,8 maka Anda akan sembuh !". Mungkin itulah sebabnya orang yang tidak mau mengambil keputusan sendiri, lebih senang pergi ke paranormal. Berkonsultasi kepada ahli psikologi atau psikiater, paling-paling diberi alternatif yang dapat diambil; sedangkan paranormal, dengan pasti dia akan berkata : "Pilih jalan ini, Saya jamin pasti berhasil...!!!". Hanya saja, kebanyakan paranormal itu lupa diri.
"....Oleh sebab itu, kalau kita mempunyai pengetahuan ilmiah yang mengatakan bahwa : 'jika hari mendung, maka ada peluang 0,8 akan turun hujan', maka pengetahuan itu harus kita letakkan pada permasalahan hidup kita yang mempunyai perspektif dan bobot yang berbeda-beda pula. Katakanlah, misalnya Anda besok akan piknik, kemudian Anda tahu bahwa besok ada kemungkinan peluang 0,8 bahwa hari tidak akan hujan, akankah Anda urungkan rencana piknik Anda itu ?", tanya sang dekan. "Tidak ! Tidak akan Saya urungkan piknik Saya hanya karena gara-gara takut turun hujan", jawab pemuda itu dengan pasti.
"Mengapa ? bukankah masih ada peluang 0,2 bahwa hari akan turun hujan ?", tanya dekan itu lagi. Pemuda itu langsung mengangkat bahu sambil tersenyum : "Mungkin ! Tapi bagi Saya dengan jaminan peluang 0,8 sudah cukup bahwa sangat bisa jadi kemungkinan besar besok tidak akan turun hujan...". (Pemuda itu sudah mulai tersenyum, kelihatannya dia sudah mulai terbuka mengenai perspektif ilmu). Ya, itulah karenanya; pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu, dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya.
"Baik ! Itu pilihan Anda sendiri, Saya tidak akan ikut campur. Sekarang bagaimana jika seandainya Anda seorang pedagang garam, beranikah Anda mengangkut garam Anda dari Tanjung Priok ke Pusat Pergudangan Cakung, dengan peluang 0,8 bahwa hari tidak akan turun hujan ?", sambung sang dekan.
Rupanya pemuda itu agak bingung, dan menggaruk-garuk kepalanya (meski tak gatal) : "Hmmm.... Gimana, ya....?! Mau tidak diangkut dari Tanjung Priok, pasti kena denda. Mau diangkut ke Cakung, biarpun peluangnya 0,8 tidak akan turun hujan, tapi kan masih ada peluang 0,2 akan turun hujan. Berat nih ! Nanti dulu deh, akan Saya perhitungkan dulu untung ruginya. Kalau misalnya Saya mengangkut garam itu ditutupi dengan terpal, mamunya sih ditutupi dengan terpal, bukan ? Semuanya lalu safe. Tetapi apakah ongkos terpal ini sesuai dengan resiko yang akan Saya tanggung berdasarkan peluang 0,2 bahwa hari akan turun hujan...?!".
"Putusan yang bijaksana !
"Apa artinya peluang 0,8 ini ?", tanya si pemuda. "Peluang 0,8 ini secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk turun hujan esok hari adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Atau jika sekiranya Saya merasa yakin 100 % bahwa esok hari akan turun hujan, maka Saya akan berikan peluang 1,0. Atau dengan kata lain yang lebih sederhana, peluang 0,8 itu mencirikan bahwa pada 10 kali ramalan tentang turun atau tidaknya hujan, 8 kali memang hujan itu akan turun, dan 2 kali ramalan itu meleset....", jawab dekan.
"Jadi, biarpun kita mempunyai peluang 0,8 bahwa esok hari akan turun hujan, namun masih terbuka kemungkinan bahwa hari tidak akan turun hujan ?!", tanya pemuda itu lagi. "Benar begitu !", sahut sang dekan.
"Lalu apa gunanya pengetahuan semacam itu ?", seru si pemuda itu sambil memukulkan tinju. Dekan itu tersenyum lebar sambil mengarahkan wajahnya ke langit : "Pertama, harus Anda sadari bahwa ilmu itu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Kedua, ilmu itu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi Anda untuk mengambil suatu keputusan, dimana keputusan Anda itu harus didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikian, maka kata akhir dari sebuah keputusan itu terletak di tangan Anda, dan bukan pada teori-teori keilmuan....".
Dalam soal pretensi ini, maka ilmu kalah dengan pengetahuan-pengetahuan paranormal. Umpamanya, "Minum saja air putih ini, Anda pasti sembuh !", ujar paranormal. Ya, jelas lah, dia tidak akan pernah mengatakan : "Minumlah air putih ini, dengan peluang 0,8 maka Anda akan sembuh !". Mungkin itulah sebabnya orang yang tidak mau mengambil keputusan sendiri, lebih senang pergi ke paranormal. Berkonsultasi kepada ahli psikologi atau psikiater, paling-paling diberi alternatif yang dapat diambil; sedangkan paranormal, dengan pasti dia akan berkata : "Pilih jalan ini, Saya jamin pasti berhasil...!!!". Hanya saja, kebanyakan paranormal itu lupa diri.
"....Oleh sebab itu, kalau kita mempunyai pengetahuan ilmiah yang mengatakan bahwa : 'jika hari mendung, maka ada peluang 0,8 akan turun hujan', maka pengetahuan itu harus kita letakkan pada permasalahan hidup kita yang mempunyai perspektif dan bobot yang berbeda-beda pula. Katakanlah, misalnya Anda besok akan piknik, kemudian Anda tahu bahwa besok ada kemungkinan peluang 0,8 bahwa hari tidak akan hujan, akankah Anda urungkan rencana piknik Anda itu ?", tanya sang dekan. "Tidak ! Tidak akan Saya urungkan piknik Saya hanya karena gara-gara takut turun hujan", jawab pemuda itu dengan pasti.
"Mengapa ? bukankah masih ada peluang 0,2 bahwa hari akan turun hujan ?", tanya dekan itu lagi. Pemuda itu langsung mengangkat bahu sambil tersenyum : "Mungkin ! Tapi bagi Saya dengan jaminan peluang 0,8 sudah cukup bahwa sangat bisa jadi kemungkinan besar besok tidak akan turun hujan...". (Pemuda itu sudah mulai tersenyum, kelihatannya dia sudah mulai terbuka mengenai perspektif ilmu). Ya, itulah karenanya; pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu, dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya.
"Baik ! Itu pilihan Anda sendiri, Saya tidak akan ikut campur. Sekarang bagaimana jika seandainya Anda seorang pedagang garam, beranikah Anda mengangkut garam Anda dari Tanjung Priok ke Pusat Pergudangan Cakung, dengan peluang 0,8 bahwa hari tidak akan turun hujan ?", sambung sang dekan.
Rupanya pemuda itu agak bingung, dan menggaruk-garuk kepalanya (meski tak gatal) : "Hmmm.... Gimana, ya....?! Mau tidak diangkut dari Tanjung Priok, pasti kena denda. Mau diangkut ke Cakung, biarpun peluangnya 0,8 tidak akan turun hujan, tapi kan masih ada peluang 0,2 akan turun hujan. Berat nih ! Nanti dulu deh, akan Saya perhitungkan dulu untung ruginya. Kalau misalnya Saya mengangkut garam itu ditutupi dengan terpal, mamunya sih ditutupi dengan terpal, bukan ? Semuanya lalu safe. Tetapi apakah ongkos terpal ini sesuai dengan resiko yang akan Saya tanggung berdasarkan peluang 0,2 bahwa hari akan turun hujan...?!".
"Putusan yang bijaksana !
0 Comments:
Post a Comment
Komentar, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami terima dengan tangan terbuka.
Komentar Anda akan dianggap SPAM jika:
- Menyematkan Link Aktif
- Mengandung dan/atau Menyerang SARA
- Mengandung Pornografi
Tidak ada CAPTCHA dan Moderasi Komentar di sini.